KATIGO.ID | JAMBI – Aktivitas tambang galian C di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat kembali menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial. Aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan milik HM itu diduga kuat tidak mengantongi izin resmi serta menimbulkan kerusakan lingkungan akibat tidak adanya reklamasi pasca penambangan.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Fast Respon Indonesia Center (FRIC), Dody Candra, angkat bicara terkait maraknya aktivitas tambang ilegal tersebut.
“FRIC menyoroti aktivitas galian C yang diduga dilakukan secara ilegal dan merusak lingkungan, yang viral di media sosial. Kami meminta aparat penegak hukum serta pihak ESDM untuk segera unjuk gigi — alias action — memberantas aktivitas tambang ilegal ini,” tegas Dody, Rabu (9/10/2025).
Menurut data yang diperoleh, HM diketahui memiliki empat perusahaan pertambangan. Dari jumlah itu, hanya satu perusahaan yang memiliki izin resmi, sementara tiga lainnya beroperasi secara ilegal di kawasan Lubuk Lawas, Bayang Asam, Kabupaten Tanjab Barat.
Beberapa di antaranya adalah PT SGB dan PT BGB, yang diketahui aktif melakukan penggalian dan penjualan tanah uruk serta batu split tanpa izin resmi. Akibat aktivitas tersebut, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tanjab Barat diduga mengalami kebocoran dan potensi kerugian besar bagi daerah.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jambi, Tandri, menjelaskan bahwa hingga saat ini terdapat 33 perusahaan tambang yang mengantongi izin resmi, dengan rincian 16 perusahaan memiliki IUP Produksi, 7 RKAB, dan 9 masih dalam tahap evaluasi.
“Bagi perusahaan yang melakukan aktivitas tambang tanpa izin akan dikenakan sanksi. Mulai dari teguran tertulis hingga pencabutan izin operasional,” tegas Tandri.
Lebih lanjut, aktivitas tambang ilegal seperti ini dapat dijerat dengan sanksi pidana berat sesuai Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Dalam pasal tersebut, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Selain itu, Pasal 161 UU Minerba juga mengatur bahwa pihak yang menampung, memanfaatkan, mengolah, mengangkut, atau menjual hasil tambang ilegal dapat dikenakan sanksi yang sama.
Sanksi tambahan juga dapat diberikan dalam bentuk sanksi administratif, pencabutan izin usaha, serta pidana tambahan sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dengan munculnya kasus ini, publik berharap agar aparat penegak hukum bersama instansi terkait segera bertindak tegas terhadap para pelaku tambang ilegal yang tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak ekosistem lingkungan di wilayah Jambi. (*).
Discussion about this post