KATIGO.ID | JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ikutmendukung implementasi amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (PP Ekraf) mengenaipenggunaan Kekayaan Intelektual (KI) sebagai agunan dalampenyaluran kredit. Dukungan OJK tercermin dalam sinergiantara OJK dengan lembaga terkait, pelaku ekonomi kreatif(ekraf), dan industri perbankan.
Demikian disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema Implementasi Kekayaan Intelektual sebagai Agunan Kredit Dalam Rangka Mendukung PP Ekraf yang digelar OJK, di Jakarta, Selasa.
FGD ini juga dihadiri oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno serta pembicara dan peserta lain dari berbagai kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Hukum dan HAM, Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), perwakilan securities crowdfunding, perwakilan pelaku ekraf, dan Perhimpunan Bank Nasional (PERBANAS).
FGD digelar OJK, Kemenparekraf, dan lembaga terkait untuksemakin bersinergi mencapai tujuan utama yaitu membantu pelaku ekraf dalam rangka mendapatkan ketersediaan akses pembiayaan sehingga dapat berkembang dan dapat berkontribusi lebih besar dalam mendorong penguatan ekonomi nasional.
Dian menjelaskan bahwa di Indonesia, sektor ekraf diharapkan mampu menjadi kekuatan baru ekonomi nasional berkelanjutan yang menekankan pada penambahan nilai barang lewat daya pikir serta kreativitas manusia. Saat ini ekraf menjadi salah satu katalisator bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dicerminkan melalui kontribusi terhadap PDB dan ekspor nasional.
“Dalam mendukung implementasi KI sebagai agunan kredit, OJK juga telah mengirimkan surat No. S-12/D.03/2022 pada 2 September 2022 kepada seluruh bank umum konvensional. Surat dimaksud merupakan penegasan serta dukungan OJK dalam praktik penggunaan KI sebagai agunan kredit oleh perbankan,” kata Dian.
Dijelaskannya, dalam praktik pemberian kredit, perbankan perlu memperhatikan beberapa faktor yang dinilai untuk meyakini itikad dan kemampuan calon debitur, salah satunya agunan. Dalam hal ini, agunan merupakan 1 dari 5 faktor yang perlu dipertimbangkan karena agunan yang diterima merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur.
Di Indonesia, terdapat ketentuan yang mengatur tentang jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA) dan persyaratannya. Namun demikian, perhitungan PPKA ini hanya diperuntukkan bagi pengawasan prudensial saja, yaitu untuk membandingkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dengan PPKA dalam perhitungan Permodalan Bank (KPMM).
“OJK tidak membatasi jenis agunan yang dapat diterima bank, hal ini mengingat agunan merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur,” lanjut Dian.
Dalam sambutannya, Sandiaga menyetujui pandangan OJK untuk membangun ekosistem ekraf yang kuat berbasis produktivitas dan bernilai tambah, sehingga industri perbankanakan mengejar untuk memberikan pembiayaan.
“Kalau ekosistemnya jadi, saya yakin bahwa kita akan menjadi industri yang hebat dan masa depan ekonomi kreatif ini akan menjadikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih inklusif yang lebih berkelanjutan,” kata Sandiaga.
Menurutnya, suatu produk ekraf sebagai objek jaminan kreditperbankan sudah diatur dalam PP 24 yang terdiri dari dua syarat, pertama tercatat di Kumham, dan sudah dikelola baik oleh dirinya sendiri atau dialihkan ke pihak lain, dan komersialisasinya oleh diri sendiri.
Sandiaga memaparkan perkembangan Ekraf di tahun 2021 dengan 17 subsektor yang ada, kontribusi Ekraf tercatat sekitarRp1.300 triliun atau 7,4% dari keseluruhan PDB Indonesia. Hal ini menempatkan Indonesia pada peringkat 3 besar dunia, setelah Amerika dan Korea, dengan subsektor produk unggulannya adalah fashion, kuliner dan kriya.
“Jadi, dengan adanya PP Ekraf ini menjadi harapan dan mudah-mudahan di hari ini kita dapat membuka peluang pembiayaan atau kredit dari lembaga keuangan, berbasis Kekayaan Intelektual,” kata Sandiaga.
Lebih lanjut, Sandiaga menyampaikan bahwa PP Ekraf ini merupakan jawaban dan keseriusan pemerintah untuk dapat membangkitkan kembali ekonomi kreatif dengan mendorong 3 “si” yaitu Inovasi, Adaptasi, dan Kolaborasi, dengan bentuk 3 Gyaitu Gercep (Gerak cepat), Geber (Gerak bersama), dan Gaspol (Garap semua potensi online).
Untuk mendukung implementasi KI sebagai agunan kredit perbankan, OJK sebelumnya telah melakukan beberapa pertemuan dengan masing-masing pihak terkait secara terpisah guna mendiskusikan isu dan kendala yang terjadi dalam praktiknya. OJK juga telah berkoordinasi secara teknis dan terus mendukung Kemenparekraf sebagai pemrakarsa, untuk mengimplementasikan amanat PP Ekraf. (*).
Discussion about this post